Breaking News

Singapura “Israel” Nya Asia Tenggara

Sepertinya halnya Aussie, Singapura juga ikut dalam pakta pertahanan menyerupai ISAF, FPDA, dll selain merupakan salah satu “ujung tombak” intelijen Barat di Asia. Hal ini disampaikan oleh Salamuddin Daeng, peneliti dari Institute for Global Justice (IGC), Jakarta, bahwa AS dan Inggris telah mematai-matai Indonesia melalui dua sayap operasi intelijen. Pertama, sayap Australia: untuk pembentukan mindset (pola pikir) dan rekayasa politik di Indonesia. Kedua, sayap Singapura: dalam rangka pengendalian ekonomi, keuangan, perbankan, perdagangan dan sumberdaya alam (SDA) Indonesia.



Terkait penyadapan Aussie terhadap simbol negara dan beberapa petinggi republik tercinta ini, tak boleh dipungkiri, ia pun turut membantu operasi intelijen dimaksud, selain Jepang, New Zealand dan Korea. Menurut Sarwoto Atmosutarno, pengamat telekomunikasi, bahwa Singapura ialah penyebab bocornya jutaan data pelanggan Telkomsel yang disadap oleh intelijen Aussie dan Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA). Kenapa demikian, alasannya faktor letaknya di posisi transit kabel transmisi bawah bahari antara Indonesia - Aussie. Tak dapat dielak memang, Singapura ialah jalur internasional kabel laut, baik dari Perth ke Singapura kemudian ke Jakarta, maupun dari Jakarta ke kota besar lainnya di Indonesia.

Sekilas Geopolitik Singapura

Ya. Negara ini luasnya cuma 713-an kilometer (km), masih lebih besar Jogja yang 3000-an km, atau Kabupaten Malang. Luas Jogja yang hampir empat kali Singapura tetapi penduduknya hanya 3,5 juta. Bayangkan dengan penduduk 5,1 juta orang, selain Singapura menyerupai red dot (titik merah) dalam peta dunia, juga uyel-uyelan. Akan tetapi ekspornya tahun 2011 mencapai USD 400 milyar/tahun, dua kali lipat Indonesia yang hanya USD 203 milyar. Luar biasa. Bukankah secara geografis, ia tak mempunyai SDA sama sekali, kenapa ekspornya dua kali lipat sedangkan bila dibandingkan penduduk dan wilayah, justru Indonesia beribu-ribu lipat daripadanya?

Tapi meski hanya red dot, ada sekitar 6000 perusahaan AS dan Eropa beroperasi di Singapura. Demikian pula Cina, ia menempatkan 3000-an perusahaan, India sekitar 1500 buah, dst. Belum negara-negara lain termasuk Indonesia. Kekuatan Negeri Singa ada di sumberdaya insan (SDM) dan kepastian hukum. Bisnis (jasa) sangat produktif disini. Dan ia dianggap sebagai sentra keuangan Asia, sentra industri manufaktur termasuk minyak, kimia, logam, dan lain-lain walaupun seluruh materi baku dari impor. Bahkan air tawar pun impor dari Malaysia, termasuk sayur mayur dan kebutuhan pokok lain, sebagian besar malah dari Indonesia.

Dari perspektif riil geopolitik, Thailand, Malaysia dan Indonesia dianggap bahaya bagi Singapura. Tapi Malaysia sepertinya tak begitu dicemaskan mengingat faktor sejarah. Entah dulu ia cuilan dari Malaysia, atau sesama commonwealth bekas jajahan Inggris, atau alasannya bersebelahan duduk di pakta pertahanan semacam FPDA, ISAF dan lain-lain.

Mungkin persepsi Singapura, bahaya aktual dari Thailand dan Indonesia terkait dua aspek yakni militer dan ekonomi. Dalam kebijaksanaan tata negara, serangan militer (peperangan) akan berdampak kepada ekonomi, sebaliknya terganggunya ekonomi bakal berefek jelek pada kekuatan militernya. Maka mensiasati kondisi tersebut, cara paling efektif untuk mengantisipasi ialah memperlemah bahaya (negeri tetangga) dari sisi internal secara asymmetric. Ini yang nanti kita bahas agak dalam.

Sedang dari sisi militer, ia terlihat sangat percaya diri ---seperti halnya Aussie--- entah alasannya bercokolnya pangkalan Inggris di Sembawang, atau sebagai anggota beberapa pakta pertahanan, juga adanya pangkalan militer Paman Sam disana, kendati kedoknya hanya perbaikan (bengkel) angkatan bahari AS.

Posisi “aman” sesuai persepsinya, justru mengakibatkannya Singapura sendiri lupa (diri), bahwa betapa kecil daratan mereka jikalau dibanding para tetangga yang dinilai sebagai ancaman. Dari aspek manapun, Negeri Singa atau red dot ini bakal “tenggelam” jikalau diserbu lawan dari banyak sekali arah dan penjuru, baik secara asymmetric apalagi melalui cara militer (terbuka). Sewaktu konfrontasi versus Indonesia tempo doeloe, gres dikirim dua marinir (Usman dan Harun) sudah kalang kabut. Bahkan “konon” kejadian tersebut begitu membekas hingga kini. Konon lho, dalam tanda kutip (“).

Bagaimana jikalau dikirim ratusan “Usman Harun” lain, baik dari arah Thailand maupun Indonesia? Boleh dibandingkan atas impor Azhari dan Noordin M Top dari Malaysia terhadap republik ini. Berapa anak bangsa yang tergalang dan sudah berapa gedung diledakkan? Saya tidak bermaksud membandingkan antara Usman Harun dengan kedua teroris impor, tetapi publik internasional terutama dunia militer niscaya memahami bahwa misi Usman Harun ialah kiprah negara, sedangkan Azhari dan M Top tidak terang misi, tak terang identitasnya. Bukan intelijen, kenapa dana mereka unlimited (tak terbatas)? Dianggap teroris, kok manuvernya menyerupai biro (asing) intelijen?

Jika misi teroris identik menyerang kepentingan Barat di suatu wilayah, justru Singapura merupakan “medan jihad” yang sempurna alasannya bercokol ribuan perusahaan Barat disana, bukannya Indonesia sebagai daerah muslim terbesar di dunia. Itulah “hebat”-nya Singapura. Negeri tanpa teroris, namun ada sentra kajian dan banyak pakar anti teror berdiam disana.

Dari sisi ekonomi, kehidupan Singapura banyak didukung sektor jasa, perbankan, pariwisata dan lainnya. Sekitar 13,5 juta turis setiap tahun tiba dan pergi, bahkan hampir dua kali lipat turis yang ke Indonesia. Padahal untuk keliling cuma butuh 6 - 7 jam saja. Sebenarnya kurang menarik untuk rekreasi, kecuali tujuan berjudi, belanja, pertemuan bisnis, atau deal lainnya. Bisnis selain pariwisata jangan ditanya, adanya ribuan perusahaan dari banyak sekali belahan dunia ialah data dan bukti nyata.

Tidak ada komentar